Home
Aktifitas
Arus Hayat
Arus Hayat Radio
Hubungi Kami
Artikel Terbaru
Perkembangbiakan di Yerusalem, Yudea, dan Samaria melalui Ministri Sekelompok Sekerja Petrus (14)
Perkembangbiakan di Yerusalem, Yudea, dan Samaria melalui Ministri Sekelompok Sekerja Petrus (13)
Perkembangbiakan di Yerusalem, Yudea, dan Samaria melalui Ministri Sekelompok Sekerja Petrus (12)
Perkembangbiakan di Yerusalem, Yudea, dan Samaria melalui Ministri Sekelompok Sekerja Petrus (11)
Perkembangbiakan di Yerusalem, Yudea, dan Samaria melalui Ministri Sekelompok Sekerja Petrus (10)
Perkembangbiakan di Yerusalem, Yudea, dan Samaria melalui Ministri Sekelompok Sekerja Petrus (9)
PENYALURAN ALLAH TRITUNGGAL UNTUK MENGHASILKAN TEMPAT TINGGAL-NYA (4)
PENYALURAN ALLAH TRITUNGGAL UNTUK MENGHASILKAN TEMPAT TINGGAL-NYA (3)
PENYALURAN ALLAH TRITUNGGAL UNTUK MENGHASILKAN TEMPAT TINGGAL-NYA (2)
PENYALURAN ALLAH TRITUNGGAL UNTUK MENGHASILKAN TEMPAT TINGGAL-NYA (1)
Pembasuhan Hayat dalam Kasih untuk Mempertahankan Persekutuan (2)
Pembasuhan Hayat dalam Kasih untuk Hayat dalam Kasih untuk Mempertahankan Persekutuan (1)
Hasil dan Perkembangbiakan Hayat (2)
Hasil dan Perkembangbiakan Hayat (1)
KEPERLUAN ORANG YANG MATI — KEBANGKITAN HAYAT (2)
KEPERLUAN ORANG YANG BUTA DI DALAM AGAMA — PENGLIHATAN HAYAT DAN PENGGEMBALAAN HAYAT (1)

Peristiwa ini membuktikan lebih jauh bahwa agama hukum Taurat sama sekali tidak membantu orang yang buta. Tetapi Tuhan Yesus adalah terang dunia, Dia dengan cara hayat bisa membuat orang yang buta melihat (Yoh. 10:10, 28). Mukjizat ini dibuat pada hari Sabat. Seolah-olah Tuhan sekali lagi dengan sengaja melakukan suatu mukjizat pada hari Sabat untuk menyingkapkan kesia-siaan ritual agama.

Mari kita baca Yohanes 9:1-3, “Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya, ‘Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?’ Jawab Yesus, ‘Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi supaya pekerjaan-pekerjaan Allah dinyatakan di dalam dia.’” Pertanyaan ini diajukan oleh murid-murid sesuai dengan pengetahuan keagamaan mereka. Mereka mengira bahwa kebutaan pasti disebabkan oleh dosa orang itu atau dosa orang tuanya.

Dalam Yohanes 9, orang itu dilahirkan buta. Ini menunjukkan bahwa kebutaan sudah ada dalam pembawaan alamiah manusia sejak lahir. Kita, orang-orang berdosa, adalah buta sejak semula karena kita dilahirkan sebagai orang-orang yang demikian. Karena itu, jika kita mengakui bahwa kita adalah orang berdosa, kita juga harus mengakui bahwa kita adalah orang yang buta.

Ketika Tuhan Yesus melihat orang buta ini, Ia berkata, “Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia” (Yoh. 9:5). Tuhan adalah terang hayat (Yoh. 8:12 Tl.). Kebutaan berasal dari tidak adanya terang hayat. Jika Anda mempunyai hayat, Anda mempunyai penglihatan, karena terang-Nya telah mencelikkan mata Anda. Jadi, mula-mula Tuhan menunjukkan bahwa orang yang buta memerlukan terang hayat.

Ayat 6 sangat menarik. “Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan membuat lumpur dengan ludah itu, lalu mengoleskannya pada mata orang buta tadi.”

 “Ludah” menyatakan firman (perkataan) Tuhan, yang keluar dari unsur atau esens diri Tuhan sendiri. Tanah liat dibaurkan dengan ludah. Ini berarti Tuhan membaurkan esens-Nya dengan kita melalui (bahkan dengan) firman-Nya. Hakiki kita adalah tanah liat, dan esens Tuhan di dalam firman adalah ludah. Tuhan mengolesi mata orang buta ini dengan tanah liat yang dibaurkan ludah. Ini menunjukkan pengurapan Roh hayat. Pengurapan (pengolesan) Tuhan pada mata yang buta dengan tanah liat yang dibaurkan dengan ludah-Nya menunjukkan bahwa melalui pengurapan firman Tuhan, yang adalah Roh-Nya yang berbaur dengan keinsanian kita, mata kita yang dibutakan oleh Iblis akan dapat melihat.

Setelah mata orang yang buta itu diolesi dengan tanah liat, ia menjadi lebih buta daripada sebelumnya. Sekarang, suatu lapisan tanah liat yang tebal menutupi matanya. Tuhan berkata kepadanya, “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam” (Yoh. 9:7). Orang itu pergi, membasuh dirinya, lalu kembali dan dapat melihat lagi. Membasuh di sini adalah membersihkan tanahnya. Ini melambangkan membersihkan sifat insani kita yang lama, seperti yang kita alami ketika dibaptis (Rm. 6:3, 4, 6). Orang buta itu pergi membasuh dirinya, ini menyatakan bahwa ia menaati firman pemberi hayat Tuhan. Demikianlah ia melihat. Jika setelah ia diolesi tanah, ia tidak mau membasuh tanah itu, maka ia akan lebih buta daripada sebelumnya. Ketaatan kita terhadap pengurapan Tuhan, bisa membersihkan, dan membuat kita dapat melihat.

Memperoleh penglihatan merupakan perkara yang baik. Akan tetapi, bersiaplah untuk menghadapi penganiayaan agama yang buta. Orang buta yang memperoleh penglihatannya itu diusir (Yoh. 9:34), berarti memecat, mengasingkan dia dari perhimpunan orang Yahudi. Meskipun ia dipecat dari agama Yahudi, tetapi ia diterima oleh Tuhan Yesus.

Orang buta itu percaya kepada Yesus sebagai Putra Allah (Yoh. 9:35-38). Ia percaya, tetapi tidak jelas. Ia polos dan apa adanya. Kemudian Tuhan Yesus menemuinya dan bertanya, “Percayakah engkau kepada Anak Manusia?” (Yoh. 9:35). Jawab orang buta itu, “Siapakah Dia, Tuan? Supaya aku percaya kepada-Nya” (Yoh. 9:36). Ia percaya, namun ia tetap tidak mengenal Tuhan Yesus. Kemudian Tuhan berkata kepadanya, “Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!” (Yoh. 9:37). Kemudian orang buta itu berkata, “‘Aku percaya, Tuhan!’ Ia pun sujud menyembah-Nya” (Yoh. 9:38). Ia percaya Yesus itu Putra Allah. Jadi, orang buta itu bukan hanya menerima penglihatannya, dirinya pun diterima Tuhan Yesus.

Dalam Yohanes 9:39-41 Yesus berkata, “‘Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya siapa saja yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya siapa saja yang dapat melihat, menjadi buta.’ Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan mereka berkata kepada-Nya, ‘Apakah kami juga buta?’ Jawab Yesus kepada mereka, ‘Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa, tetapi karena sekarang kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu.’” Tuhan berkata kepada orang-orang Farisi, Ia datang untuk menghakimi. Kita harus berhati-hati, jangan dengan sombong berkata bahwa kita dapat melihat. Jika kita menyatakan bahwa kita melihat, Tuhan akan membiarkan kita buta. Jadi, kita harus rendah hati dan jangan sombong. Kesombongan berarti kebutaan dan kegelapan.

Sebarkan ke:
< Back
Artikel Terbaru