Home
Aktifitas
Arus Hayat
Arus Hayat Radio
Hubungi Kami
Arus Hayat Terbaru
Kisah Para Rasul - Senin, 27 Juli 2020
Apresiasi Kidung - Minggu, 19 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Sabtu, 18 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Jumat, 17 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Kamis, 16 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Rabu, 15 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Selasa, 14 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Senin, 13 Juli 2020
Apresiasi Kidung - Minggu, 12 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Sabtu, 11 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Jumat, 10 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Kamis, 9 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Rabu, 8 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Selasa, 7 Juli 2020
Kisah Para Rasul - Senin, 6 Juli 2020
Ibrani - Minggu 24 Rabu


Pembacaan Alkitab: Ibr. 11:1

Kehidupan kaum beriman adalah kehidupan dari hal-hal yang diharapkan, yang berjalan seiring dan tinggal bersama dengan iman (1 Ptr. 1:21; 1 Kor. 13:13; Rm. 4:18). Orang-orang yang tidak percaya, karena tidak memiliki Kristus, mereka tidak memiliki pengharapan (Ef 2:12; 1 Tes. 4:13). Tetapi kita, kaum beriman dalam Kristus, adalah orang-orang yang memiliki pengharapan. Panggilan yang kita terima dari Allah mendatangkan pengharapan bagi kita (Ef 1: 18; 4:4). Kita telah dilahirkan kembali kepada suatu pengharapan yang hidup (1 Ptr. 1:3). Kristus di dalam kita adalah pengharapan akan kemuliaan (Kol. 1:27; 1 Tim. 1:1), yang akan menghasilkan penebusan, transfigurasi tubuh kita dalam kemuliaan (Rm. 8:23-25). Ini adalah pengharapan keselamatan (1 Tes. 5:8), pengharapan bahagia (Tit. 2:13), suatu pengharapan baik (2 Tes. 2:16), pengharapan hayat kekal (Tit. 1:2; 3:7), juga adalah pengharapan kemuliaan Allah (Rm. 5:2), pengharapan Injil (Kol. 1:23), pengharapan yang disediakan bagi kita di surga (Kol. 1:5). Kita harus senantiasa memelihara pengharapan ini (1 Yoh. 3:3) dan bermegah dalamnya (Rm. 5:2). Allah kita adalah Allah sumber pengharapan (Rm. 15:13), agar melalui dorongan dari Kitab Suci kita. dapat memiliki pengharapan (Rm. 15:4), setiap saat dalam Allah (1 Ptr. 1:21), dan dapat bersukacita di dalam pengharapan (Rm. 12:12). Kitab Ibrani ini menyuruh kita untuk teguh berpegang pada pengharapan yang kita megahkan sampai pada akhirnya (3:6), menunjukkan kerajinan untuk menjadikan pengharapan suatu milik yang pasti, sampai pada akhirnya (6:11), dan untuk menjangkau pengharapan yang terletak di depan kita (6:18). Kitab ini juga memberi tahu kita bahwa perjanjian yang baru membawakan pengharapan yang lebih baik, yang mendekatkan kita kepada Allah (7:19). Kehidupan kita haruslah kehidupan yang penuh pengharapan, pengharapan ini berjalan seiring dan tinggal bersama dengan iman (1 Ptr. 1:21; 1 Kor. 13:13). Kita harus meneladani Abraham, yang sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun percaya dalam pengharapan (Rm. 4:18).
Ibrani 11:1 juga menyebutkan iman "adalah bukti dari segala sesuatu yang tidak dilihat." Jadi, iman bukan suatu zat atau substansi, melainkan suatu bukti, tindakan, tanda nyata, atau keterangan nyata dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Segala sesuatu yang diharapkan adalah hal-hal yang tidak kelihatan (Rm. 8:24-25). Kalau telah kita lihat, tidak perlu kita harapkan lagi. Sebagai orang-orang yang berpengharapan, kita tidak seharusnya meletakkan sasaran hidup kita pada hal-hal yang kelihatan, melainkan pada hal-hal yang tidak kelihatan; karena hal-hal yang kelihatan adalah sementara, sedangkan hal-hal yang tidak kelihatan adalah kekal (2 Kor. 4:18). Maka, kita hidup oleh iman, bukan oleh penglihatan (2 Kor. 5:7). Sasaran kita ialah tempat maha kudus dan Yerusalem Baru, keduanya ini tidak kelihatan. Namun kita memiliki keyakinan penuh terhadap hal-hal yang tidak kelihatan ini. Iman meyakinkan kita tentang apa yang tidak kelihatan. Jadi, iman adalah tanda nyata, keterangan nyata dari hal-hal yang tidak kelihatan.
Iman, yang adalah jalan untuk merealisasikan dan menikmati hal-hal milik Allah, bukanlah berasal dari alamiah kita, melainkan suatu kemampuan ilahi yang diinfuskan ke dalam kita. Iman yang tepat ialah unsur ilahi, bahkan Allah itu sendiri, yang terinfus ke dalam diri kita sebagai kemampuan untuk mensubstansiasi hal-hal yang tidak kita lihat. Unsur yang terinfus adalah kemampuan mensubstansiasi. Setiap kali kita berkontak dengan Allah atau mendengar firman-Nya, dengan spontan kemampuan mensubstansiasi yang diinfuskan oleh Allah sendiri ini mulai memahami hal-hal Allah, hal-hal yang kita harapkan, dan hal-hal yang tidak kelihatan, dan kita pun dengan sederhana percaya. Seperti telah kita sebutkan, iman merupakan satu indra yang istimewa di luar pancaindra kita yang sudah ada sejak lahir. Indra ini dapat mensubstansiasi hal-hal Allah, yang tidak kelihatan. Karena kehidupan orang Kristen adalah kehidupan yang penuh pengharapan dan bersasaran pada hal-hal yang tidak kelihatan, maka kita perlu lebih banyak transfusi dan infus Allah ke dalam kita, agar kita beroleh kemampuan iman untuk mensubstansiasi segala hal yang kita harapkan dan beroleh bukti dari hal-hal yang tidak kelihatan itu.

Sumber: Pelajaran-Hayat Ibrani, Buku 3, Berita 47

Sebarkan ke:
< Back
Arus Hayat Terbaru